Tio

Just wanna share my experience

Tips untuk mengejar PhD


Menjadi doktor, mungkin itu sebuah angan bagi kebanyakan kita termasuk saya. Dahulu bisa lanjut ke jenjang Master saja, bagi saya sudah sebuah lompatan yang sangat jauh, apalagi jadi doktor tidak pernah terbersit dalam hati. Tapi berdasarkan pengalaman saya, semua orang bisa melanjutkan ke jenjang S3 (PhD/Doktor) jika memiliki keinginan yang kuat dan persiapan yang matang.

Untuk bisa melanjutkan study ke program doktor atau PhD, perlu beberapa “senjata” yang harus dipersiapkan. Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan dalam proses pelamaran PhD, terutama yang project based sepanjang pengetahuan saya dan hanya mungkin berlaku di negara2 sekitar Belgia. Mungkin beberapa negara memiliki prosedur yang berbeda.

Jenis PhD

  1. Full Time Research. Untuk program ini, riset PhD dilakukan di Universitas  selama 3-5 tahun (tergantung universitas dan juga supervisor)  kadang di kombinasikan dengan beberapa course jika diperlukan.
  2. Sandwich Program. PhD tipe ini dilakukan sebagian waktu di host university di eropa, dan sebagian lagi di salah satu universitas di negara siswa tersebut tinggal, (e.g., di Indonesia).
  3. Part time PhD. Program ini biasanya bagi yang bekerja di industri atau lembaga riset yang ingin melanjutkan study, namun tetap melakukan pekerjaanya. Biasanya materi dari PhD tersebut adalah materi dari pekerjaannya, sehingga dapat di kombinasi antara pekerjaan dengan study.

Jenis pembiayaan program PhD:

  1. Project based. Kebanyakan untuk program PhD di eropa adalah dengan menggunakan funding yang didapat dari project yang dilakukan/diajukan oleh sang supervisor/profesor karenanya untuk project ini kita tidak perlu mengajukan proposal riset. Funding didapat dari project yang akan kita lakukan. Biasanya project tersebut mendapatkan grant dari universitas, pemerintah negara tersebut, lembaga international (seperti WHO, EU), atau juga didapat  dari perusahaan multinational (seperti Novartis). Untuk program PhD seperti ini, biasanya tidak ada yang mengikat antara pemberi beasiswa dan mahasiswa setelah PhD selesai. Hanya biasanya untuk PhD yang dibiayai oleh perusahaan, selain mengerjakan main PhD projectnya, kita juga diharapkan menjadi konsultan/pekerja di perusahaan tersebut. Karena kita “bekerja” untuk project tersebut, maka kita akan menerima “salary” yg biasanya di tertera di setiap iklan dari lowongan tsb. Keuntungan dari hal ini adalah kita dapat langsung pengalaman di dunia industri yang dikombinasikan dengan dunia akademik.
  2. Scholarship. Pilihan kedua untuk mendapatkan PhD adalah melalui beasiswa yang diberikan oleh badan pemberi beasiswa seperti NFP, DAAD, VLIR (khusus untuk vlir master scholar, sandwich program), Dikti, Menkominfo, dll.  Funding untuk PhD seperti ini biasanya adalah program dari APBN atau merupakan program bantuan atau hibah (kecuali VLIR).
  3. Individual based. Ada juga program self funding PhD dimana sang mahasiswalah yang menanggung semua biaya selama study.

Cara mengetahui informasinya?

 Jawaban untuk hal ini: GOOGLING. Untuk project based PhD, banyak sekali informasi lowongannya,  informasi tersebut dapat dilihat melalui website dari universitas yang diinginkanseperti:

  1. http://www.kuleuven.be/personeel/jobsite/vacancies.html
  2. http://www.uhasselt.be/vacancies
  3. http://ki.se/ki/jsp/polopoly.jsp?d=469&a=88392&l=en

dan juga beberapa “search engine” website:

  1. http://www.academictransfer.com/?set_language=en
  2. http://www.academicjobseu.com/
  3. http://www.jobs.ac.uk/jobs/phd
  4. http://jobs.phds.org/
Kapan mulai melamar?

Untuk Project based, tidak ada bulan2 spesifik untuk pendaftaran. Deadline tergantung dari kapan mereka akan memulai project tersebut. Bahkan ada yang lowongan tetap terbuka hingga ada student yang layak untuk mengisi lowongan tersebut. Karenanya  mulailah mencari2 informasi sesegera mungkin. Meski kita sedang menyelesaikan program Master, jangan tunggu hingga kita lulus, karena biasanya untuk proses dari pengiriman lamaran hingga mulai PhD cukup lama. Ada banyak Master student yang telah direkrut menjadi PhD student sebelum mereka menyelesaikan master nya.

Untuk program PhD dari institusi pemberi beasiswa, biasanya ada waktu-waktu tertentu guna pelamaran beasiswa. Hal ini bisa di cek di website organisasi tersebut.

Untuk PhD dari beasiswa atau self funding, kita harus mengajukan riset proposal ke professor yang kita tuju. Setelah profesor tersebut mau menerima kita sebagai studentnya kita bisa mendapatkan letter of acceptance.

Apa saja yang diperlukan dalam melamar?

Dokumen-dokumen seperti CV, cover letter (lihat contoh di: link), transcript nilai,  recommendation letter  biasanya diperlukan dalam proses perlamaran. Dalam CV, gunakan CV standard dan selain data2 yang biasany harus dicantukan di dalam CV lebih baik dimasukan juga daftar publikasi, refeeree (pemberi referensi) dll.  Untuk surat rekomendasi, perlu diingat bahwa surat rekomendasi  (bisa didapatkan dari supervisor thesis kita selama master program) biasanya dikirim langsung oleh sang supervisor ke tempat yang akan kita lamar jika diminta. Sering juga calon supervisor kita/profesor di universitas yg kita lamar, langsung mengontak referee kita  (via email atau telephone). Rekomendasi adalah hal yang sangat berperan dalam proses penerimaan PhD.

Pengiriman lamaran/aplikasi biasanya melalui email atau menggunakan online system dari website universitas.

Setelah melamar terus????

Setelah kita mengirimkan lamaran,  proses selanjutnya adalah wawancara. Yang perlu diingat bahwa tidak semua lamaran kita akan mendapatkan response wawancara. Jika kita sudah dipanggil untuk wawancara, peluang kita untuk diterima sudah sangat besar. Wawancara bisa dengan face to face,  telephone, atau teleconference (misal dengan skype). Jangan mudah menyerah kalau kita sudah berkali2 mengirimkan lamaran tapi belum pernah mendapatkan panggilan. Ada banyak kejadian dimana setelah mengirimkan puluhan lamaran akhirnya dia dipanggil untuk wawancara. So keep trying….!!

Dalam wawancara, pertanyaan bervariasi dari mulai latar belakang pendidikan, program study yang sedang dilakukan (S2), alasan tertarik dengan project tersebut,  keahlian yang dimiliki berkesesuaian dengan project,  hingga ke teknis/skill yang diinginkan. Tak jarang selecting commitee memberikan beberapa paper untuk dibaca sebelum wawancara untuk dibahas selama wawancara. Juga ada yang harus mempresentasikan summary dari paper tersebut. Di proses ini kita harus bisa menyakinkan mereka kalau kita memiliki skill yang mereka perlukan, ataupun kita mungkin tidak sepenuhnya bisa, kita mau belajar sehingga mampu melakukan project tsb. Proses wawancara kadang lebih dari satu kali. Penentuan penerimaan kandidat diputuskan melalui rapat komite doktorat.

Kapan dimulai dan berapa lama?

Setelah rapat komite menentukan hasil seleksi dan kita mendapatkan tawaran PhD tersebut, kita akan diminta untuk memulai pada waktu yang telah diinformasikan sebelumnya di pengumuman lowongan. Namun tanggal mulai tidak lah terlalu “straight”. Jika kita menginginkan kita bisa mengajukan kapan kita ingin mulai, namun tidak terlalu jauh dari yang telah ditentukan.

Program PhD bervariasi di setiap negara dan  universitas. Untuk di UK, biasanya lama study adalah 3 tahun. Untuk Belanda, Belgia dan sekitarnya, biasanya antara 3 hingga 5 tahun.

Masa kontrak berbeda2, ada yang kontrak selama 2 tahun dan dapat diperbaharui untuk 2 tahun berikutnya (berdasarkan hasil evaluasi) atau juga ada yg kontaknya pertahun (evaluasi pertahun).

Ada beberapa universitas (misal di beberapa fakultas di KU Leuven) yang mensyaratkan bagi siswa untuk melalui tahap yang dinamakan pre-doctoral program, atau yang juga di kenal dengan preparatory program.

Program pre-doktoral  yang berkisar antara enam bulan sampai dengan satu tahun ini pada dasarnya adalah sebuah proses “seleksi” bagi calon mahasiswa S3 dan juga proses pengenalan Project bagi calon mahasiswa dan juga proses pengenalan supervisor akan calon mahasiswa tersebut. Apakah memang dia layak untuk meneruskan ke jenjang S3.

Selama program pre-doc ini, selain melakukan penelitian terkadang calon mahasiswa  tersebut diharuskan mengambil beberapa mata kuliah serta harus mengikuti ujian.  Nilai ujian ini menjadi salah satu hal yang akan dilihat dalam evaluasi predoc program. Selain itu diakhir masa predoc, calon mahasiswa diharapkan mampu mempresentasikan hasil penelitiannya dihadapan penguji pembimbing dan atau para promotornya. Jika ternyata dinyatakan lulus, maka langsung bisa masuk ke program PhD yang biasanya adalah 4 tahun.

Sukses !!!!!

This figure is a joke, so don’t worry…becoming a phd student can be  fun as well …. I will explain it in the next post 🙂

January 31, 2012 - Posted by | Scholarship | , , , , ,

21 Comments »

  1. Salam kenal mas Setio, terima kasih atas tipsnya, kalau boleh bertanya apakah diwajibkan pula bagi seorang pelamar program PhD untuk memiliki institusi di negara asalnya? entah itu sebagai peneliti ataupun tenaga pengajar, bagaimana jika kita tidak memiliki institusi? sebagai contoh kasus misalnya kita sedang ataupun baru saja menyelesaikan program Master, ingin langsung lanjut phd tapi belum memiliki institusi tempat bekerja sebagai peneliti/pengajar. Terima kasih atas tanggapannya.

    Comment by wahyubonz | February 2, 2012 | Reply

    • Salam kenal juga Wahyu, Good question, Biasanya untuk project based PhD, hal tersebut tidak merupakan sebuah hal yg penting. Mereka memang biasanya akan menanyakan pengalaman kerja selama di Indonesia, dan apakah masih “attached” dgn insttusi tersebut. Namun hal ini bukan sesuatu yg professor tsb jadikan bahan pertimbangan. Banyak PhD disini malah yang belum pernah punya pengalaman kerja (S1, lsg S2 dan kemudian S3). Teman2 saya waktu S3 dulu kebanyakan masih2 muda2 dan mereka memang langsung dari S1- hingga S3. Ada sebuah hal yg sangat salah yang selalu diutarakan oleh para birokrat di Indonesia yang mengatakan: “kamu terlalu muda untuk Program Doktor”. Kenyataanya disini semua adalah muda2 (25-30th).
      Justru yang banyak lanjst PhD (project based) biasanya adalah rekan2 yg belum ada institusi di Indonesia. Karena kaloau sudah ada institusi di Indonesia, lebih sulit justru dalam perizinannya :-).

      Comment by Tio | February 5, 2012 | Reply

  2. Dear Mas Setio, saya ada “silly question”. Setelah mendapatkan beasiswa untuk master dari beasiswa yang “bergengsi” di satu negara Eropa 8 tahun yang lalu (di usia yang cukup sepuh), saya berkesimpulan bahwa para penerima beasiswa ini 99% (atau bahkan 100%) adalah mereka yang memang “para pejuang bangsa dan negara (serta sesame)”, sementara saya merasa hanya sebagai orang average saja yang kebetulan senang menimba ilmu (program Master saya sangattttt berbeda dari latar belakang pendidikan S1 saya meskipun latar belakang kerja cukup mendukung). Apakah menurut mas Setio seorang ibu RT yang bekerja sebagai penerjemah dari rumah (dengan spesialisasi khusus bidang penanggulangan benanca) dan sudah cukup umur dan punya kendala fisik untuk mengambil bidang yang “ambisius” namun masih ingin menimba ilmu untuk memperkuat kemampuannya sbagai penerjemah plus (karena bukan sekedar penerjemah namun juga sering membantu agar naskah lebih intelligible dan tidak asal ngomong dengan melakukan riset2 sendiri – tentu dengan ijin penulis aslinya – agar transfer ilmu akan lebih mengenai sasaran) akan punya kesempatan untuk mengambil PhD yang terkait dengan pekerjaannya sekarang ini (yang sangatttt berbeda dengan pekerjaannya ketika sebelum mendapatkan master)? Ataukah memang ia akan cukup tidak tahu diri untuk meminta mendapat kesempatan itu sementara masih banyak orang lain yang lebih layak mendapatkannya karena kontribusi dahsyat yang akan diberikannya pada bangsa, negara , dan umat manusia? Thanks dan ditunggu kabar baiknya.

    Comment by Tari - ibu RT yang tidak lagi ambisius | February 6, 2012 | Reply

    • Halo Bu Tari,
      Salam kenal, terima kasih atas pertanyaannya bu. Ibu pernah kuliah disini pasti sudah tahu kalau biasanya untuk kelas2 master isinya adalah anak2 muda, yg biasanya fresh dari bachelor. Kita yang “sedikit lebih tua” juga biasanya tidak mau kalah kan bu yah, jadi berjiwa muda juga :-). Untuk program master memang seperti yg ibu katakan tidak harus linear dengan latar belakang S1, biasanya latar belakang pekerjaan juga sangat mendukung dalam pemilihan progam studi.
      Saya salut dengan semangat Ibu Tari untuk terus belajar, setahu saya tidak ada batasan umur dalam pendaftaran program PhD yang research project based. Mungkin ada untuk PhD yang dibiayai oleh lembaga donatur spt STUNED dll. MEnurut saya ibu bisa langsung aproach ke para professor yang kira2 memang cocok dengan keinginan ibu untuk study. Sepanjang pengetahuan saya, mohon maaf jika pengetahuan saya salah/kurang, untuk yang project based PhD biasanya adalah yang baru lulus (atau 1-4 th lalu lulus) dari progam S2. Sedangkan untuk yg PhD yg part time, dikti atau program beasiswa lainnya saya melihat sebagian dari mahasiswanya juga sudah lama lulus dari S2 nya dan sudah bekerja dalam waktu yg cukup lama. Itu saja dulu bu yg bisa saya response. Semoga bisa menjawab apa yng dingin ditanyakan.
      Terima kasih
      Tio

      Comment by Tio | February 14, 2012 | Reply

  3. salam kenal mas,
    kalo sudah 2 tahun berjalan di project itu kemudian evalusi dan hasilnya gagal/tdk memuaskan, berarti gugur ya Phd nya… ^.^

    Comment by nitabonsay | February 8, 2012 | Reply

    • Yup, di beberapa universitas, evaluasinya tiap tahun. Dan setahu saya ada beberapa yang gagal dalam evaluasi ini (bukan hanya formalitas).

      Comment by Tio | February 14, 2012 | Reply

  4. Salam Kenal Pak Tio, saya membaca CV bapak dan senang sekali rasanya bisa menemukan senior dengan background yang sama, statistics dan lebih tertarik lagi setelah mengetahui Bapak mengambil Biostatistics. Suatu hari nanti saya ingin seperti Bapak aamiin
    Saya statistics unpad angkatan 2008, masih freshgraduate dan masih bingung dengan langkah kedepan yang akan saya tempuh. Saya punya tekad medapatkan beasisw master statistics di luar dan sekarang masih memperbaiki nilai toefl. Orang tua menyarankan mengejar BU Dikti Calon Dosen (dalam negeri) (baru dibuka Maret ini) karena ada ketakutan bahwa beasiswa luar negeri itu walaupun full scholarship terkadang terlambat dalam pencairan sementara mereka sangat tidak siap jika biaya awal (keberangkatan+biaya hidup awal) harus ditanggung keluarga. Apakah itu memang terjadi pada kebanyakan penerima beasiswa? Mohon informasinya Pak. Terima Kasih 🙂

    Comment by Mela Amelia | March 17, 2012 | Reply

    • Halllo Mela,
      Salam kenal juga, pasti kamu akan jauh lebih baik dari saya…dont worry ilmu statistik banyak di perlukan saat ini baik di eropa atau benua lainnya. Statistik ilmu yg flexible bisa masuk ke domain mana aja dan juga sangat dibutuhkan. Untuk beasiswa dikti, memang kalau saya tidak salah biasanya dibayarkan per semester atau bahkan per tahun. dan ada beberap kasus yang terlambat. Saran sih kalau bisa utk beasiswa LN, cari beasiswa yg dari non pemerintah indonesia, spt stuned atau VLIR. Namun mengenai biaya awal, meski beaisiswa dr LN, utk starting, diperlukan modal /dana juga.
      Sukses ..
      Tio

      Comment by Tio | March 19, 2012 | Reply

  5. Pak saya izin unduh & copy beberapa posting Bapak yah 😀

    Saat saya melihat list jurusan universitas2 dan beberapa iklan beasiswa ada yang menyediakan major bioinformatics dan biostatistics. Kemudian saya lihat CV Pak Tio juga…
    Apakah ada perbedaan antara biostatistics dan bioinformatics? Mohon sharenya Pak…Dibangku kuliah, saya baru belajar statistika genetika saja 🙂

    Kalau Bapak berkenan share, kenapa Bapak akhirnya tertarik & fokus di bidang bioinformatics? sementara seperti bapak ungkapkan statistics banyak sekali aplikasinya baik di bidang sosial, keuangan dan lainnya 🙂
    terimakasih masukan & inspirasinya 🙂

    Comment by Mela Amelia | March 22, 2012 | Reply

    • hi mela silahkan di copas…ehm that is a good question…secara umum biostatistics, adalah statistika yg berkenaan dengan riset medis, epidemiology. Sedangkan bioinformatics, ini bidang riset yg merupakan kombinasi antara informatika, biology, statistika yang lebih fokus ke biologi molekuler, spt DNA sequencing, microarray dsb..

      Comment by Tio | March 30, 2012 | Reply

  6. Sila layari mkipublishing.com (still dlm beta stage) untuk mendapatkan buku bagaimana untuk mendapatkan phd atau download dalam bentuk ebuku di website tersebut. This website gonna be full operational in another 2 weeks. Thanks.

    Comment by ezwan | April 4, 2012 | Reply

  7. salam,

    Pak Tio, saya sudah sangat sering tanpa sengaja masuk ke blog anda ketika sedang mencari informassi ttg beasiswa EM, tp baru kali ini sy tau bahwa anda lulusan statistik.

    saya jg lulusan statistik Pak, s1 dan s2 di surabaya dengan fokus pada spasial statistik. saya baru lulus september kemarin & skrg sedang gencar2nya mencari beasiswa Phd, terutama EM yang sejalur dengan saya. tp ketika saya baca booklet panduan EM mengenai jurusan2 yang ditawarkan, saya kok tidak menenmukan bidang statistik y Pak? mohon bantuan Pak Tio sekiranya ada informasi beasiswa, terutama EM, yang bisa saya ikuti dalam bidang statistika. saya sangat berharap bisa segera melanjutkan Phd saya.

    terima kasih banyak Pak.
    salam.

    Comment by diaz11aksioma | April 18, 2012 | Reply

    • Salam Diaz,
      Ehm statistics di ITS atau di unair? untuk S3 lebih baik sih pakai jalur yg project based, yg biayanya didapat dari universitas tsb atau private. Lowongan utk phd tsb bisa didapat dari website yg ada di posting saya ini atau untuk khusus statistik di milis ALLSTAT (https://www.jiscmail.ac.uk/cgi-bin/webadmin?A0=allstat). atau website lain spt: http://lstat.kuleuven.be/jobs/, http://www.math-jobs.com/.
      Untuk jalur melalui beasiswa spt EM, DAAD, atau yg lain yah harus lamar ke universitasnya baru lamar ke beasiswanya…
      Semoga site2 tsb bisa membantu.

      Comment by Tio | April 22, 2012 | Reply

  8. Reblogged this on dearyhoesin and commented:
    I came accross to this blog when i was about to start reading some new books of “Little House On The Praire”. Yep, June is almost gone, and so the other half year will be completed soon. I see i need a new wishing list as the old one almost fully checked 🙂

    Comment by dearyhoesin | June 25, 2012 | Reply

  9. mantapks informasiya 🙂

    Comment by Aan Setyawan | July 22, 2012 | Reply

  10. Reblogged this on Sekolah Penulis Indonesia and commented:
    Mau Gelar Ph.D? Baca Ini!

    Comment by Aan Setyawan | July 22, 2012 | Reply

  11. Pak, saya memberanikan diri mengambil topik yang sebenarnya sulit dan akhirnya saya hanya mendapatkan mark 6 untuk Thesis saya. Apaka itu sudah menutup kemungkinan melanjutkan Ph.D pak? Saya sekarang down dan putus asa dengn impian saya. Terimakasih

    Comment by darma | August 10, 2012 | Reply

    • Hi Yahya, jangan pernah putus asa, tetap mencoba. Saya ada teman yang pernag tidak lulus masternya, tapi bisa lanjut phd dengan bekal master yng pernah dia dapat sebelum master program yang gagal tersebut.

      Comment by Tio | October 7, 2012 | Reply

  12. ijin share ya pak 😉 salam kenal dari bandung

    Comment by Ayi Purbasari | August 29, 2012 | Reply

    • silahkan

      Comment by Tio | October 7, 2012 | Reply

  13. […] setelah lulus Progam Master kita ingin meraih ke jenjang selanjutnya, berikut tipsnya: Tips untuk mengejar PhD, serta contoh surat lamarannya: Cover letter sample for a PhD […]

    Pingback by Kumpulan Tips dan Trik untuk Mendapatkan Beasiswa « Tio | June 19, 2013 | Reply


Leave a comment